Macam-Macam Upaya Hukum Perdata

Upaya hukum adalah hak yang diberikan undang-undang kepada pihak-pihak yang berperkara yang merasa bahwa putusan hakim belum memenuhi rasa keadilan. Dalam hukum perdata, upaya hukum disebutkan pada Pasal 129 HIR/ Pasal 153 RBg, Pasal 199 RBg, Undang Undang Nomor 20 Tahun 1947, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009.


Macam-Macam Upaya Hukum Perdata


Pada dasarnya, upaya hukum perdata dibagi menjadi dua jens yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa dalam perkara perdata meliputi perlawanan/verzet, banding dan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa meliputi peninjauan kembali atau PK dan derden verzet atau perlawanan pihak ketiga.


Upaya hukum biasa

Di Pengadilan Negeri, setelah Ketua Majelis Hakim selesai mengucapkan putusan, maka Ketua Majelis akan memberikan penjelasan dan memberitahukan kepada para pihak akan hak-haknya terhadap putusan, yaitu hak menerima putusan, hak pikir-pikir, dan hak untuk mengajukan upaya hukum. Apabila para pihak atau salah satu pihak, baik penggugat maupun tergugat ada yang tidak menerima putusan, maka berhak untuk mengajukan upaya hukum.

Upaya hukum yang bisa diajukan terhadap putusan Pengadilan Negeri adalah verzet/perlawanan dan banding. Sedangkan upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Tinggi adalah kasasi. Dengan adanya upaya hukum yang diajukan oleh pihak yang berperkara, maka eksekusi dapat ditangguhkan, kecuali untuk putusan yang dijatuhkan secara uitvoerbaar bij voorraad (Pasal 180 Ayat (1) HIR).


Apa perbedaan antara perlawanan atau verzet dengan banding maupun kasasi, berikut penjelasannya.

Perlawanan atau verzet

Verzet adalah perlawanan terhadap putusan verstek. Putusan verstek yaitu putusan yang dijatuhkan pengadilan jika selama persidangan Tergugat tidak hadir pada sidang pertama atau sidang berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut dan sah. Dengan kata lain, putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan jika tergugat tidak pernah hadir di persidangan maupun tidak menunjuk wakilnya atau kuasanya untuk menghadiri sidang ataupun tidak mengirimkan surat jawaban. Oleh karena itu, maka hak untuk mengajukan perlawanan atau verzset adalah hak Tergugat. Penggugat tidak memiliki hak mengajukan verset terhadap putusan verstek. Jika penggugat ternyata dalam putusan verstek dinyatakan kalah, maka hak pengggugat yaitu mengajukan banding.


Banding

Upaya hukum banding adalah upaya hukum yang diajukan jika salah satu pihak tidak menerima putusan. Banding bisa diajukan oleh penggugat maupun dengan tergugat dengan catatan tidak melewati jangka waktu pengajuan banding yaitu  14 hari setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir. Dengan adanya pengajuan banding, maka Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama akan segera mengirimkan berkas banding yang telah memenuhi syarat untuk diperiksa kembali oleh Pengadilan Tinggi sebagai judex facti.


Kasasi

Kasasi adalah upaya hukum yang bisa diajukan para pihak dalam suatu perkara jika tidak puas dengan putusan banding. Kasasi  bertujuan untuk membatalkan putusan pengadilan dari semua lingkungan peradilan. Putusan yang diajukan dalam upaya hukum kasasi adalah umumnya adalah putusan peradilan tingkat banding (peradilan tingkat kedua). Namun untuk perkara permohonan di mana hanya ada satu pihak atau ex parte, penetapan permohonan bisa langsung diajukan kasasi, tanpa proses banding.

Upaya hukum banding disebut sebagai peradilan tingkat kedua. Namun upaya hukum kasasi yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung  tidak bisa disebut sebagai peradilan tingkat ketiga, karena pada tingkat kasasi tidak dilakukan pemeriksaan ulangan atas suatu perkara, tetapi hanya memeriksa penerapan hukumnya.


Upaya hukum luar biasa

Upaya hukum luar biasa dalah upaya hukum yang diajukan setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap (BHT).  Di dalam praktek peradilan di Indonesia, kita mengenal dua jenis upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali atau biasa disingkat PK dan derden verzet.


Peninjauan Kembali (request civil)

Peninjauan Kembali  atau request civil adalah upaya hukum yang diajukan pihak yang berkepentingan kepada Mahkamah Agung apabila terdapat hal-hal atau keadaan yang ditentukan Undang Undang terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur pada Pasal 23 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan peninjauan kembali oleh pihak yang bersangkutan, dan terhadap putusan peninjauan kembali tidak bisa diajukan peninjauan kembali.

Alasan yang digunakan dalam upaya hukum peninjauan kembali (request civil) disebutkan pada Pasal 67 Undang Undang Nomor.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009. Alasan pengajuan PK diantaranya adalah jika putusan berdasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang baru diketahui setelah perkara diputus, adanya novum atau bukti baru, amar putusan yang melebihi tuntutan, ataupun terdapat kekhilafan hakim dalam pejatuhan putusan.

Pasal 34 Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009. menyatakan bahwa Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikia, maka upaya hukum PK hanya bisa diajukan satu kali.

Perlawanan Pihak Ketiga (derden verzet)

Derden verzet adalah upaya hukum perdata yang diajukan  oleh pihak ketiga apabila putusan pengadilan merugikan kepentingan pihak ketiga. Pada umumnya, derden verzet terjadi ketika perkara telah BHT dan siap dilaksanakan eksekusi. Pihak ketiga yang merasa keberatan kemudian mengajukan upaya hukum derden verzet ini.

Praktek peradilan perdata menunjukan bahwa perlawanan pihak ketiga (derden verzet) dilakukan untuk melawan sita conservatoir, sita revidicatoir dan sita eksekusi. Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) diajukan ke Pengadilan Negeri yang secara nyata telah menyita (Pasal 195 Ayat (6) HIR/ Pasal 206 Ayat (6) RBg). Pelawan harus mampu membuktikan bahwa objek perlawanan adalah miliknya. Jika pelawan berhasil membuktikan dalil perlawananya, maka akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar/jujur dan sita diperintahkan untuk diangkat. Sebaliknya jika pelawan tidak dapat membuktikan dalil perlawananya, maka pelawan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar/ tidak jujur dan sita tetap dipertahankan.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url