Asas-Asas Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

 


Asas-asas perundang-undangan menjadi dasar pola berpikir pembentuk undang-undang. Asas-asas peraturan perundang-undangan memiliki peran yang sangat vital untuk memecahkan masalah undang-undang yang saling bertentangan. Setidaknya, ada 4 asas penting dalam peraturan perundang-undangan nasional kita, yaitu asas legalitas atau undang-undang tidak berlaku surut atau asas non rectro active, asas lex specialis derogate legi generalis, asas lex superior derogate legi inferiori, dan asas lex posterior derogate lege inferiori.  Berikut ini adalah penjelasan mengenai empat asas penting dalam pelaksanaan dan pembentukan perundang-undangan nasional di Indonesia.


Asas-Asas Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia


1. Asas legalitas atau asas undang-undang tidak berlaku surut

Ketentuan mengenai asas legalitas awalnya tercantum pada Pasal 2 Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) yang menyatakan bahwa undang-undang yang berlaku pada masa akan datang tidak mempunyai kekuatan berlaku surut.


Asas legalitas menyatakan bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali perbuatan itu telah diatur dalam undang-undang. Jadi, jika kita melakukan suatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya, maka perbuatan itu adalah perbuatan yang legal dan tidak bisa dihukum. Jika dikemudian hari perbuatan itu dianggap melanggar hukum oleh undang-undang, maka kita tidak boleh terkena sanksi itu.


Contoh penerapan asas legalitas misalnya terhadap kasus kekerasan seksu@l kepada anak. Pada tahun 2016, pemerintah memberlakukan aturan hukuman kebiri terhadap pelaku kejahat@n seksu@l pada anak. Sesuai dengan asas legalitas, maka aturan ini hanya berlaku untuk pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan kekeras@n seksu@l pada anak pada tahun 2016 dan seterusnya. Pelaku kejahatan seksu@l pada anak yang telah dihukum pada tahun 2015 atau sebelumnya tidak dapat dikenakan hukuman ini.


Asas legalitas begitu penting sehingga bisa kita temukan pada banyak aturan. Contohnya adalah Pasal 1 ayat 1 KUHP yang juga dikenal dengan adagium “nullum delictum noela poena sine pravia legi poenale”. 


Pasal 1 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa tidak seorangpun dapat dihadapkan di pengadilan selain dari pada yang ditentukan oleh undang-undang.


Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang HAM menyatakan bahwa setiap orang tidak dapat dituntut atau dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak pidana dilakukan. 


Asas legalitas juga dikenal dengan sebutan asas non rectro active yang berarti undang-undang tidak berlaku surut. Dengan berlakunya asas legalitas, maka syarat berlakunya undang-undang yang baru tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi kedudukannya.




2. Asas lex superior derogate lege inferiori

Asas ini disebut juga asas lex superior derogate lex inferior. Asas perundang-undangan ini menyatakan bahwa undang-undang yang lebih tinggi kedudukannya mengalahkan dan mengesampingkan undang-undang yang posisinya lebih rendah. Asas ini pula yang menyebabkan timbulnya hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan nasional di Indonesia.


Adanya asas lex superior derogate lege inferior menyebabkan aturan hukum yang berada di bawah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi posisinya jika menyangkut persoalan yang sama. Contohnya adalah Undang-undang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Contoh lainnya adalah Peraturan daerah provinsi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, dan banyak contoh lainnya.


Jika dalam suatu kasus terdapat pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki derajat yang sama, maka hakim harus menerapkan peraturan perundang-undangan yang posisinya lebih sebagai dasar putusan hakim dan menetapkan peraturan perundang-undangan yang posisinya lebih rendah tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.


Dengan adanya asas lex superior derogate lex inferior, maka aturan hukum yang tingkatanya lebih rendah tidak bisa menghapus dan membatalkan aturan hukum yang tingkatannya lebih tinggi. Selain itu, aturan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi memiliki kekuatan dan kedudukan yang lebih tinggi pula. 


3. Asas lex specialis derogate legi generalis

Adagium lain dari asas ini adalah lex specialis derogate lex generalis. Pada pokoknya asas lex spesialis derogate lege generalis memiliki arti bahwa undang-undang yang bersifat khusus akan mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum.


Asas ini diterapkan jika ada pertentangan hukum antara dua ketentuan hukum yang memiliki kedudukan yang sama. Contohnya adalah jika undang-undang A bertentangan dengan undang-undang B, maka hakim harus menerapkan undang-undang yang membahas hal yang tersebut secara khusus.


Contoh nyata adalah terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga, maka pelaku kekerasan akan dihadapkan dengan tuntutan dalam UU KDRT, bukan KUHP. Hal ini dikarenakan UU KDRT bersifat khusus dan memiliki sanksi pidana yang lebih tinggi.


4. Asas lex posterior derogate lege priori

Asas ini disebut juga asas lex posterior derogate lex priori yang pada pokoknya menyatakan bahwa jika terdapat dua aturan yang memiliki kedudukan yang sama dan bertentangan satu sama lain, maka peraturan yang lebih baru mengesampingkan peraturan yang lama.


Jadi, jika ada dua peraturan perundang-undangan yang sederajat dan mengatur hal yang sama, maka undang-undang yang lebih baru digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Undang-undang yang baru bisa memiliki kekuatan untuk mengesampingkan atau bahkan membatalkan undang-undang yang lama.


Contoh penerapan asas ini adalah UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan membatalkan UU No. 10 Tahun 2004. Dengan demikian, hirarki peraturan perundang-undangan nasional dalam UU 10/2004 dinyatakan tidak berlaku.


Keberadaan asas-asas perundang-undangan sangat penting dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan dan juga dalam hal pelaksanaan undang-undang demi menyelesaikan konflik antar berbagai sumber hukum dan norma-norma hukum. Oleh karena itu, sebagai sarjana hukum ataupun calon sarjana hukum yang nantinya akan menekuni profesi praktisi ataupun akademisi hukum, maka kita wajib mengetahui 4 asas peraturan perundang-undangan ini. Bagi masyarakat, dikenal asas fictie hukum. Artinya, masyarakat dianggap telah mengetahui peraturan perundang-undangan ketika undang-undang itu telah disahkan. Jadi ketidaktahuan mengenai hukum tidak dapat dijadikan alasan pembenar perbuatan yang salah.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url